Senin, 11 Mei 2015

Syarat Sebuah Hadits

Shahih

Selasa, 20 Peb 07 09:39 WIB
Assalamu’alaikum WR. WB.
Ustadz yang selalu dirahmati Allah,
Mohon dijelaskan tentang masalah hadits shaih, ustadz. Sebenarnya syarat apa saja sihyang harus dipenuhi oleh suatu hadits, agar bisa termasuk ke dalam kriteria sebuah hadits yang shahih? Dan apakah hadits shahih masih terbagi lagi?
Jazakallah khairan katsiro
Wassalamu’alaikum WR. WB.

Ihsan ?

Perlunya sikap ihsan. Yaitu, selalu merasa dilihat Allah SWT di mana pun berada
Ihsan adalah puncak kesadaran seorang Muslim. Saat ihsan telah terhujam di hati
seorang Muslim, di mana pun dan kapan pun ia akan selalu sadar diri, sehingga
tertuntun hidupnya. Saat melakukan ketaatan, ia akan berusaha

KEAGUNGAN SHADAQAH

KEAGUNGAN SHADAQAH
Sarana Untuk Membersihkan Harta dan Menyucikan Hati
Perhatikanlah Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, “Ambillah shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan shadaqah
(zakat) itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah:

Aset Ekonomi Al-Ikhwan Al-Muslimun Dibekukan di Mesir

Jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun Mesir mengumumkan sejumlah asset milik anggotanya disegel oleh pemerintah Mesir. Selain itu, dinyatakan pula 25 orang yang terlibat dalam pengelolaan yayasan mereka ditangkap. Inilah fase mihnah (ujian) baru yang tengah dialami anggota gerakan Islam terluas di dunia itu.
Dalam pernyataan sikapnya, Al-Ikhwan menyatakan bahwa sejumlah polisi Mesir telah menyegel sejumlah kantor percetakan dan penerbitan Islam di berbagai tempat, antara lain di Al-Haram yang terletak di sisi

Kutipan Hadist

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya:” Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya harus melakukah haji untuknya ?” Rasulullah SAW menjawab:”Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ?. Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar”. (HR Bukhari).

Rajam bagi Pezina

HUKUM RAJAM BAGI PEZINA
[A]. Maksud Hukum Rajam Dan Cambuk Bagi Pezina
Zina merupakan dosa besar. Barangsiapa berbuat zina, maka hukumnya menurut agama Islam ialah sebagai berikut

TAKZIYAH

[1] Disyariatkan bertakziyah pada keluarga mayyit, yaitu menganjurkan supaya
mereka bersabar, mengharapkan pahala serta mendo’akan mayyit.

[2] Bertakziyah dengan menyenangkan mereka serta meringankan kesedihan
mereka, membuat mereka redla dan sabar sesuai dengan yang teriwayatkan dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Seperti : “Sesungguhnya milik Allah apa
yang Dia ambil, milik Allah apa yang Dia berikan, segalanya sudah ditentukan
di sisi Allah bersifat sementara, maka hendaklah bersabar dan mengharapkan
sepenuhnya kepada Allah”]. Ini dibaca jika ia masih ingat yang sah dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika lupa maka cukup dengan kata-kata yang
baik dan bisa membawa kepada tujuan takziyah dengan cara yang tidak
menyalahi syari’at.

Benarkah Tidak Ada Azab Kubur?

Kamis, 11 Jan 07 10:09 WIB
Menurut buku yang saya baca berjudul tidak ada azab kubur, penulis meyakinkan bahwa Alquran tidak menyatakan itu kecuali hadis namun kualitas hadis tersebut lemah
1. Benarkah tidak ada azab kubur?
2. Kemanakah ruh dan naps pasca kematian?
3. Apakah alam kubur hanya masa penantian?
4. Kapan manfaat amal jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya bagi yang sudah wafat?
Ejun

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salah satu bentuk pemurtadan dan penghancuran Islam adalah dengan menanamkan keragu-raguan kepada hadits nabawi. Cara ini oleh musuh Islam dipandang sangat efektif, karena lumayan hemat tenaga, tetapi punya dampak kehancuran yang besar.
Contoh yang paling mudah adalah tentang ingkarnya sebagai umat Islam terhadap adanya siksa kubur. Alasannya, karena siksa kubur itu tidak disebutkan di dalam Al-Quran. Hanya disebutkan di dalam hadits, lalu hadits-hadits itu dituduh sebagai hadits yang lemah.
Padahal kedua argumentasi itu salah besar. Siapa bilang Al-Quran tidak bicara siksa kubur? Dan siapa bilang hadits tentang siksa kubur itu lemah?
Yang lemah bukan hadits tentang siksa kubur, tapi barangkali ilmu dan wawasan penulis buku itu sendiri. Sebab bagaimana mungkin ada orang yang mengaku beragama Islam, tetapi masih saja tidak paham dengan ayat Al-Quran? Atau masih tidak bisa membedakan mana hadits yang shahih dan mana yang tidak shahih? Apalagi sampai berani menulis buku, tapi sayangnya isinya tidak menggambarkan keluasan ilmu, kecuali hanya sekedar menjiplak habis pemikiran kufur materialis barat.
Dalil-dalil Siksa Kubur Adalah Dalil Yang Qath’i
Sebenarnya adanya azab kubur itu sesuatu yang sudah qath’i dan pasti sifatnya. Tidak perlu dipermasalahkan lagi Dalam banyak ayat Al-Quran Al-Kariem dan juga tentunya hadits Rasulullah SAW, kita mendapatkan bahwa dalil yang jelas dan qath’i. Demikian juga Rasulullah SAW menyebut-nyebut azab kubur secara tegas, jelas dan terang.
Bagaimana mungkin kemudian mengingkarinya semata-mata mengambil pengertian kedua dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem?
A. Ayat-ayat Quran
1. Ayat Pertama
Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang adanya azab kubur.
…Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, , “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah yang tidak benar dan kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (QS. Al-Anam: 93)
2. Ayat Kedua
…Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.(QS. At-Taubah: 101)
Di ayat ini teramat jelas bahwa Allah SWT menyiksa orang zalim itu dua kali, yaitu pada alam kubur dalam kematiannya yaitu setelah nyawa dicabut hingga menjelang hari kiamat. Dan berikutnya adalah siksaan setelah hari kiamat yaitu di neraka.
3. Ayat Ketiga
Demikian juga yang Allah SWT lakukan kepada Fir’aun yang zalim, sombong dan menjadikan dirinya tuhan selain Allah SWT. Allah SWT mengazabnya dua kali, yaitu di alam kuburnya dan di akhirat nanti. Di alam kuburnya dengan dinampakkan kepadanya neraka pada pagi dan petang. Ini merupakan siksaan sebelum dia benar-benar dijebloskan ke dalamnya dan terjadinya pada alam kuburnya.
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat., “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (QS. Al-Mu’min: 46)
4. Ayat Keempat
Ayat ini lalu dikuatkan juga dengan ayat lainnya yang juga menyebutkan ada dua kali kematian, yaitu kematian dari hidup di dunia ini dan kematian setelah alam kubur.
Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali, lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan untuk keluar?”(QS. Al-Mu’min: 11)
B. Dalil Hadits Shahih
Selain ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem, hadits-hadits shahih pun secara jelas menyebutkan adanya azab qubur. Sehingga tidak mungkin bisa ditolak lagi kewajiban kita untuk meyakini keberadaan azab kubur itu, sebab bila sudah Al-Quran Al-Kariem dan hadits shahih yang menyatakannya, maka argumentasi apa lagi yang akan kita sampaikan?
1. Hadits Pertama
Dalam hadits yang pertama kami sampaikan tentang azab kubur ini, haditsnya masih amat kuat berhubungan dengan ayat Al-Quran Al-Kariem. Yaitu firman Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem:
Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim: 27)
Sebuah lafaz dalam ayat di atas menyebutkan tentang ‘ucapan yang tegas’ yang dalam bahasa Al-Quran Al-Kariem disebut dengan ’al-qouluts-tsabit’ dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa itu adalah tentang pertolongan Allah SWT ketika seseorang menghadapi azab kuburnya.
Dari Al-Barra’ bin Azib dari Rasulullah SAW bahwa ketika seorang mukmin didudukkan di dalam kuburnya, didatangilah oleh malaikat, kemudian dia bersyahadat tiada tuhan kecuali Allah SWT dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW, maka itulah makna bahwa Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh. (HR Bukhari kitab Janaiz Bab Maa Ja’a Fi azabil Qabri hn. 1280)
2. Hadits Kedua
Ada sebuah doa yang dipanjatkan oleh beliau dan diriwayatkan dengan shahih dalam shahih Al-Bukhari.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW berdoa dalam shalat, ”Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari azab kubur …(HR Bukhari kitab azan bab doa sebelum salam hn. 789)

Siksa Kubur

Siksa Kubur

Semua kita hampir dapat dipastikan lalai tentang sebuah dimensi yang disebut alam kubur. Padahal dimensi ini, suka atau tidak semua orang akan menjadi penghuninya. Kesibukan di dunia telah banyak melalaikan orang dari mengingat kubur atau bahkan lupa untuk mempersiapkan diri memasuki alam ini. Firman Allah swt: \”Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (At Takatsur:1-2)

Jawaban Istikharah dari Al-Quran

Assalamu Allaikum wr. Wb.
Ustadz saya punya pertanyaan tentang sholat istikharah. Beberapa waktu yang lalu teman saya melakukan sholat istikharah untuk memilih yang terbaik dari suatu urusan. Setelah melaksanakan sholat Istikharah, teman saya tersebut membuka Al-Quran secara acak untuk mendapatkan jawaban atas urusannya tersebut. Yang saya tanyakan apakah cara mendapatkan jawaban dari Allah melalui Al-Quran setelah melakukan sholat Istikharah ini ada dalilnya?
Demikian pertanyaan dari saya dan mohon penjelasannya.

Shalat Jum’at

Harus 40 Orang?

Assalamu ‘Alaikum WW, …
Yth. Pak Ustadz, …
Kami pengurus Majelis Taklim KBRI Bangkok, sudah lama mengelola sebuah Musholla di kantor kami yang juga biasa dipakai untuk melakukan Sholat Jum’at. Saya ingin memperoleh penjelasan tentang masalah persyaratan jamaah Sholat Jum’at yang katanya harus berjumlah minimal 40 orang, karena saya pernah mendengar keterangan yang mengatakan bahwa Sholat Jum’at tidaklah sah jika tidak berjumlah minimal 40 orang, padahal Muslim di kantor/ kawasan kami jumlahnya sedikit.
Demikian dan terima kasih.
Wassalamu ‘Alaikum WW, …
Yan Yan Andryan
yan_andryan at eramuslim.com

Shalat Tasbih


Bid’ahkah Hukumnya?

Assalamu’alaikum Wwb….
Sehubungan dengan rencana kami untuk melakukan Sholat Tasbih ada beberapa hal yang menjadi ganjalan dan perbedaan pendapat antara lain:

KESETIAAN ISTERI

KEPADA SUAMINYA
Teguh dengan kesetiaan yang jujur merupakan sifat wanita yang paling utama.
Sebuah kisah menyebutkan, bahwasanya Asma’ binti ‘Umais adalah isteri Ja’far bin Abi Thalib, lalu menjadi isteri Abu Bakar sepeninggalnya, kemudian setelah itu dinikahi oleh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Suatu kali kedua puteranya, Muhammad bin Ja’far dan Muhammad bin Abi Bakar saling membanggakan. Masing-masing mengatakan, “Aku lebih baik dibandingkan dirimu, ayahku lebih baik dibandingkan ayahmu.” Mendengar hal itu, ‘Ali berkata, “Putuskan perkara di antara keduanya, wahai Asma’.” Ia mengatakan, “Aku tidak melihat pemuda Arab yang lebih baik dibandingkan Ja’far dan aku tidak melihat pria tua yang lebih baik

MALAM PERTAMA DAN ADAB BERSENGGAMA

TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM :
Malam Pertama Dan Adab Bersenggama
Saat pertama kali pengantin pria menemui isterinya setelah aqad nikah, dianjurkan melakukan beberapa hal, sebagai berikut:
Pertama: Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun isterinya seraya mendo’akan baginya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah ‘basmalah’ serta do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.’” [1]

AKAN MUNCUL DAI-DAI YANG MENYERU KE NERAKA JAHANNAM

AKAN MUNCUL DAI-DAI YANG MENYERU KE NERAKA JAHANNAM

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyalahu ‘anhu beliau berkata : “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang baik tapi aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal yang buruk agar jangan sampai menimpaku”
Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan lalu Allah mendatangkan kebaikan (Islam,-pent) ini, apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan ?”
Beliau berkata : “Ya”
Aku bertanya : “Dan apakah setelah kejelekan ini akan datang kebaikan?”
Beliau menjawab : “Ya, tetapi didalamnya ada asap”.
Aku bertanya : “Apa asapnya itu ?”
Beliau menjawab : “Suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku, dan menunjukkan (manusia) kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan memungkirinya”
Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?”
Beliau menjawab :”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka”
Aku bertanya : “Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?”
Beliau menjawab : “Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita”
Aku bertanya : “Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku temui keadaan seperti ini”
Beliau menjawab : “Pegang erat-erat jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”
Aku bertanya : “Bagaimana jika tidak imam dan jama’ah kaum muslimin?”
Beliau menjawab :”Tinggalkan semua kelompok-kelompok sempalan itu, walaupun kau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini memiliki banyak jalan, diantaranya :
[1]. Dari jalan Walid bin Muslim (dia berkata) : Menceritakan kepada kami Ibnu Jabir (dia berkata) : Menceritakan kepada kami Bisr bin Ubeidillah Al-Hadromy hanya dia pernah mendengar Abu Idris Al-Khaoulani dari Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu …….[HR Bukhari 6/615-616 dan 13/35 beserta Fathul Baari. Muslim 12/235-236 beserta Syarh Nawawi. Baghowi dalam Syarhus Sunnah 14/14. Dan Ibnu Majah 2979]
[2]. Dari jalan Waki’ dari Sufyan dari ‘Atho’ bin Saib dari Abi Al-Bukhari dia berkata : Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata ….. [HR Ahmad dalam musnad 5/399]
[3]. Dari jalan Abi Mughiroh (dia berkata) menceritakan kepada kami Assafar bin Nusair Al-Azdi dan selainnya dari Hudzaifah bin Al-Yaman, beliau berkata
: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dahulu dalam keburukan lalu Allah menghilangkannya dan mendatangkan kebaikan melalui anda. Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan?”. Beliau berkata : “Ya”. Hudzaifah bertanya lagi : “Apa kejelekan tersebut?” Beliau menjawab : “Akan muncul banyak fitnah seperti malam yang gelap gulita, sebagaimana mengikuti yang lainnya dan akan datang kepada kalian hal-hal yang samar-samar seperti wajah-wajah sapi yang kalian tak mengetahuinya” [HR Ahmad 5/391]
SYARH HADITS
[A]. Mengenal Jalan Orang-Orang Yang Tersesat Merupakan Kewajiban Dalam Syariat.
Ketahuilah -semoga Allah memberkahi anda- sesungguhnya metode Ar-Rabbani
(Islam) yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menampilkan generasi pertama yaitu shabat dan para tabi’in (sesungguhnya bertujuan) untuk mejelaskan jalan kebenaran dan agar diikuti.
Allah berfirman.
“Artinya : Barangsiapa yang menyelisihi Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalan selain orang-orang yang beriman maka kami palingkan dia kemana dia berpaling dan kami akan memasukkannya kedalam neraka jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” [An-Nisa : 116]
Akan tetapi (metode Islam ini) tidak cukup hanya mejelaskan jalan kebenaran saja bahkan menyingkap kebatilan dan mengungkap kepalsuannya agar jelas dan terang jalan orang-orang yang tersesat (lalu dijauhi dan ditinggalkan,-pent).
Allah ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan demikianlah kami terangkan ayat-ayat Al-Qur’an, supaya jelas jalan orang-orang yang benar dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang tersesat” [Al-An’am : 55]
Seorang penyair berkata.
“Aku mengenal keburukan bukan untuk keburukan akan tetapi untuk menjauhinya”
“Dan barangsiapa yang tidak mengenal kebaikan dari keburukan dia akan terjerumus kedalam keburukan itu”.
[B]. Islam Terancam Dari Dalam
Sesungguhnya musuh-musuh Allah terus mengintai Islam hingga ketika mereka telah melihat penyakit whan (cinta dunia dan takut mati) telah menjalar dalam tubuh kaum muslimin dan penyakit-penyakit yang lain sudah menyebar mereka langsung menyerang dan menyumbat nafas kaum muslimin.
Sesungguhnya racun-racun berbisa yang membinasakan dan menghancurkan kekuatan kaum muslimin serta melemahkan gerak mereka bukanlah pedang-pedang orang-orang kafir yang berkumpul untuk membuat makar terhadap Islam. Akan tetapi kuman-kuman yang busuk yang menyelinap didalam tubuh kaum muslimin yang lambat tapi pasti (itulah yang menyebabkan kebinasaan). Itulah asap yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Hudzaifah diatas : “suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku dan memberikan petunjuk bukan dari petunjukku …..” Didalam ucapan beliau ini ada hal-hal penting diantaranya.
[1]. Sesungguhnya asap itu merupakan penyimpangan yang selalu membuat kabur ajaran Islam (Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang terang benderang malamnya bagaikan siangnya.
[2]. Yang nampak pada saat terjadinya hal ini adalah kebaikan akan tetapi dalamnya terdapat hal-hal yang membinasakan. Bukanlah dalam riwayat Muslim Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan muncul manusia-manusia yang berhati setan”.
[3]. Asap ini terus tumbuh dan menguasai hingga kejelekan itu merajalela serta merupakan awal munculnya dai-dai penyesat dan kelompok-kelompok sempalan.
[4]. Sesungguhnya yang meniup asap tersebut adalah para dai-dai penyesat.
Dan ini menunjukkan bahwa rencana busuk untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin telah mengakar kuat dalam sejarah Islam.
[5]. Sesungguhnya gembong-gembong kesesatan selain giat dalam menyesatkan.
Akan tetapi (sebagian) pemegang kebenaran lalai dan tertidur hingga asap tersebut menguasai dan merajalela serta menutupi kebenaran. Dari sini kita ketahui bahwa asap yang menyelimuti kebenaran dan mengkotori kejernihannya adalah bid’ah-bid’ah yang ditebarkan oleh Mu’tazilah, Sufiyah, Jahmiyah, Khowarij, Asy’ariyah, Murji’ah dan Syi’ah Rofidhoh sejak berabad-abd lamanya.
Oleh karena inilah umat Islam mejadi terbelakang dan menjadi santapan bagi setiap musuh serta menyebarnya kebatilan. Dan dengan sebab inilah setiap munafik berbicara dengan mengatas namakan Islam. Dari sini kita mengetahui bahwa bahaya bid’ah lebih besar daripada musuh-musuh yang lainnya (orang-orang kafir), karena bid’ah merusak hati dan badan tapi musuh-musuh tersebut hanya merusak badan. Para salaf telah bersepakat akan kewajiban memerangi ahli bid’ah dan menghajr (memboikot) mereka. Imam Dzahabi mengatakan : “Para salaf sering mentahdzir ahli bid’ah, mereka mengatakan :
Sesungguhnya hati-hati ini lemah sedangkan syubhat (dari ahli bid’ah itu) cepat mencengkram”.
[C]. Hati-Hati Antek-Antek Yahudi !!!
Sesungguhnya para gembong-gembong kekafiran telah memproduksi antek-anteknya dalam negeri kaum muslimin dua cara.
[1]. Pengiriman para pelajar ke negeri kafir (seperti di Cihicago
Univerity,-pent) yang disanalah para pelajar kaum muslimin di cuci otak-otak mereka lalu jika mereka pulang mereka sebarkan racun-racun itu kepada kaum muslimin.
[2. Dengan menyelinapnya para orientalis dibawah simbol-simbol penelitian ilmiah. Sesunggunya para orientalis-orientalis itu merupakan antek-antek/tangan-tangan Yahudi dan Nashrani.
Di dalam hadits Hudzaifah ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ciri mereka, beliau bersabda :
“Akan muncul dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam, barangsiapa yang menerima seruan mereka maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam jahannam”.
Hudzaifah bertanya : “Wahai Rasululah sebutkan cirri mereka ?” Rasulullah menjawab : “Mereka dari golongan kita dan berbicara dengan lisan-lisan kita”.
[a]. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Baari 13/36 :
“Yaitu dari kaum kita dan yang berbicara dengan bahasa kita serta dari agama kita. Didalamnya ada isyarat bahwa mereka itu dari Arab”.
[b]. Ad-Dawudi berkata : “Mereka itu dari keturunan Adam”.
[c]. Al-Qoobisy berkata : Maknanya, secara dhohir mereka itu dari agama kita tapi secara batin mereka menyelisihi (agama kita)”.
Mereka menampakkan kesungguhan dalam memberi solusi, dan maslahat bagi umat.
Tapi mereka menipu umat dengan gaya bahasa mereka, dan hati-hati mereka menginginkan untuk menjalankan misi-misi tuan-tuan mereka dari kalangan Kristen dan Yahudi. Allah berfirman.
“Artinya : Tidak akan ridho orang-orang Yahudi dan Narani hingga kalian mengikuti agama mereka” [Al-Baqarah : 120]
Diantara mereka adalah Thoha Husein (dari Mesir, pent) yang dijuluki oleh tuan-tuannya sebagai pujangga Arab. Orang ini mengatakan bahwa syair orang-orang jahiliyah itu lebih baik kesasteraannya daripada Al-Qur’an.
Inilah pemikiran Marjilius seorang orientalis Yahudi yang diadopsi oleh Thoha Husein dan dipropagandakannya. Contoh-contoh seperti ini banyak sekali, mereka turun temurun dari waktu ke waktu di setiap tempat.
[D]. Siapa Jama’ah Kaum Muslimin ?
Setelah melihat kenyataan yang pahit dan getir ini, mulailah sebagian kaum muslimin bangkit, setiap kelompok dari kaum muslimin melihat realita ini dari kaca mata tersendiri, kelompok yang lain juga demikian. Oleh karena itulah bisa dikatakan bahwa kelompok-kelompok yang ada sekarang ini yang katanya berjuang atau berdakwah, mereka itu saling berselisih dalam metode dan cara berdakwah. Dan perselisihan yang paling parah yang menghalangi persatuan mereka adalah dua hal :
[1]. Peselisihan mereka dalam pengambilan sumber ilmu dan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Sunnah.
[2]. Ketidakmengertian mereka tentang diri mereka sendiri, sehingga pada saat ini kita sering menyaksikan bahwa hizbiyyah dan fanatik golongan ini masih menyumbat akal pikiran para dai-dai yang turun di medan dakwah. Mereka membanggakan diri mereka sendiri dan meremehkan yang lainnya. Sebagiannya menganggap bahwa kelompoknya itulah yang dinamakan jama’ah kaum muslimin dan pendirinya adalah imam kaum muslimin yang wajib di bai’at atau disumpah setia. Dan sebagiannya lagi mengkafirkan kaum muslimin. Sebenarnya mereka hanya jama’ah atau kelompok-kleompok kaum muslimin, karena kaum muslimin sekarang tidak memiliki jama’ah ataupun imam/pemimpin.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa jama’ah kaum muslimin adalah (Negara
Islam) yang bersatu atau berkumpul didalamnya seluruh kaum muslimin. Mereka hanya punya satu imam/pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Allah dan wajib untuk di taati serta diba’iat.
[E] Tinggalkan Kelompok-Kelompok Sempalan Itu Hadits Hudzaifah diatas memerintahkan kepada kita untuk meninggalkan semua kelompok-kelompok sesat ketika terjadi fitnah dan kejelekan serta disaat tidak ada jama’ah kaum musilimin dan imam mereka.
Kelompok-kelompok sempalan ini yang menyeru manusia kepada kesesatan, bersatu diatas kemungkaran dan diatas hawa nafsu atau berkumpul diatas pemikiran-pemikiran kufur seperti sosialisme, komunisme, kapitalisme, demokrasi atau bersatu berdasarkan fanatik golongan dan lain sebagainya.
Inilah kelompok-kelompok sesat yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Hudziafah untuk ditinggalkan dan dijauhi karena menjerumuskan manusia ke dalam neraka jahanam dengan sebab ajaran mereka yang bukan dari Islam.
Adapun kelompok yang menyeru kepada Islam (yang benar), memerintahkan kepada yang baik dan melarang dari yang mungkar maka inilah yang diperintahkan oleh Allah untuk diikuti dan ditolong. Allah ta’ala berfirman.
“Artinya : Hendaklah ada diantara kalian sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan dan menyeru kepada yang baik dan melarang dari yang mungkar.
Dan merekalah orang-orang yang beruntung” [Ali-Imran : 104]
[E]. Jalan Keluar Dari Problematika Umat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Hudzaifah untuk meninggalkan semua kelompok sempalan yang menyeru ke neraka jahannam meskipun sampai menggigit akar pohon hingga ajal menjemput. Adapun penjelasannya, maka sebagai berikut :
[1]. Ini adalah perintah untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah serta pemahaman salafush shalih. Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu.
“Artinya : Dan barangsiapa yang hidup diantara kalian maka dia akan melihat perselisihan yang banyak sekali, maka berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru dalam agama karena itu kesesatan. Dan barangsiapa diantara kalian yang mendapatkan hal ini maka wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafa ‘ar-rasyidin, gigitlah erat-erat dengan gigi geraham kalian”. [HR Abu Dawud (4607). Tirmidzi (2676) dan Ibnu Majah (440) dan selain mereka]
Didalam hadits Hudzaifah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menggigit akar pohon ketika terjadi perpecahan sambil menjauhi semua kelompok sesat. Dan didalam hadits Al-Irbadh beliau memerintahkan untuk berpegang teguh dengan Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih radhiyallahu anhum, ketika munculnya kelompok-kelomok sesat dan ketika tidak adanya jama’ah kaum muslimin serta imam mereka.
[2]. Sesungguhnya perintah untuk menggigit akar pohon dalam hadits Hudzaifah maknanya adalah istiqomah atau tetap dalam sabar dalam memegang kebenaran dan dalam meninggalkan semua kelompok sesat yang menyelisihi kebenaran. Atau maknanya bahwa pohon Islam akan diguncang dengan angin kencang hingga merontokkan semua ranting dan cabangnya, tidak ada yang tersisa melainkan akarnya yang masih tegar. Karena itulah wajib bagi setiap muslim untuk memegang erat akar tersebut dan mengorbankan semua yang berharga dalam dirinya karena akar tersebut akan tumbuh dan tegar kembali.
[3]. Ketika itu juga wajib bagi setiap muslim untuk menolong dan membantu kelompok (yang berpegang teguh dengan sunnah tersebut, -pent) dari setiap fitnah yang mengancam. Karena kelompok ini yang selalu tampak diatas kebenaran hingga akhirnya mereka membunuh Dajjal.
[Ringkasan darp kitab Al-Qaulul Mubin Fii Jama’atil Muslimin]
[Disalin dari majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi 13 Th. III Shafar 1426H/ April 2005M, hal. 22-26. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad. Jl. Sultan Iskandar Muda No. 45 Surabaya]

Ulama-Ulama


Pembela Dakwah Salafiyah Dahulu Hingga Sekarang (1)

Oleh: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari
Diterjemahkan oleh Azhar Rabbani dan Muslim Atsari, dari ceramah beliau di Surabaya, dengan judul A’lam Dakwah Salafiyyah
(Sumber: Majalah As Sunnah)
Sesungguhnya segala puji milik Allah subhanahu wa ta’ala. Kami memohon pertolongan, ampunan, dan perlindungan kepada Allah dari keburukan–keburukan diri kami dan kejelekan–kejelekan amal perbuatan kami. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barang siapa disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya. Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kalamullah; sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seburuk–buruk perkara adalah perkara-perkara baru (tidak ada dasarnya di dalam agama). Setiap perkara baru adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Amma ba’du:
Sesungguhnya keistimewaan terbesar yang dimiliki dakwah salafiyah yang penuh berkah ini adalah tegaknya dakwah tersebut di atas sunnah yang shahih. Dakwah ini tidak bersandar kepada hadits–hadits lemah dan palsu. Pada keadaan seperti itu, para penuntut ilmu syar’i juga telah mengetahui secara jelas tentang pengertian hadits shahih dan syaratnya. Termasuk syarat terbesar adalah bersambungnya sanad dengan para perawi yang terpercaya. Ada juga syarat–syarat lain, yang sekarang tidak kami sebutkan. Karena termasuk syarat hadits shahih adalah bersambungnya sanad dengan para perawi yang terpercaya. Maka syarat orang yang menisbatkan dirinya ke dalam dakwah salafiyah, dakwah yang berdiri tegak di atas hadits yang shahih, harus memiliki silsilah dakwah itu sendiri. Artinya dia harus mengambil manhajnya dari para masyayikh dan ulamanya yang terpercaya. Para masyayikhnya juga, adalah para ulama yang mengambil manhajnya dari para masyayikhnya dan begitu seterusnya. Orang yang datang kemudian mengambil dari orang yang sebelumnya, seorang murid mengambil dari syaikhnya, anak mengambil dari ayah, cucu mengambil dari kakek, dengan sanad yang bersambung dengan orang-orang yang terpercaya dari kalangan para ulama besar dan tinggi. Meskipun bukan termasuk syarat majelis kita ini, membahas secara panjang lebar masalah ini hingga keluar dari topik pembicaraan majelis.
Hanya saja, di sini saya akan menyebutkan suatu hal yang penting, berkaitan dengan sekelompok orang yang masuk dari sana–sini, mengaku bermanhaj salaf dan mengaku menjalankan sunnah. Tetapi bila kamu periksa, perhatikan, dan teliti, kamu tidak mendapatkan silsilah yang shahih dari ahlul ilmi, yang dari mereka diambil masalah–masalah manhaj dan perkara–perkara aqidah. Di samping sanad mereka munqathi’ (terputus), bahkan mu’dhal (terputus dua orang atau lebih secara berturut-turut), bahkan kadang–kadang mu’allaq mukhalkhal (terputus dari awal sanad seorang atau lebih). Mengetahui masalah ini saja, sudah cukup untuk merobohkan pengakuan mereka, sudah cukup untuk menolak perbuatan mereka, serta menghancurkan persangkaan dan pemikiran mereka. Kita tidak perlu lagi banyak berdebat dan bicara. Saya berharap kepada saudara–saudaraku supaya memperhatikan masalah ini, merenungkan dengan seksama, dan memahami dengan sebaik–baiknya.
Memang dakwah kita berdiri di atas mata rantai para ulama yang terpercaya, ulama yang datang kemudian mengambil dari ulama yang sebelumnya, dan ulama muta’akhir (belakang) mengambil dari ulama mutaqaddim (dahulu). Ini adalah bukti kebenaran sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang dishahihkan oleh Imam besar Ahmad bin Hambal dan lain-lainnya bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفَوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِّيْنَ وَ انْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَ تِأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ
“Ilmu ini akan dibawa oleh orang–orang yang adil dari setiap generasi, mereka itu menentang perubahan orang-orang yang melampui batas, kedustaan orang–orang yang berbuat kebatilan, penyimpangan makna orang–orang bodoh.”
Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَِ ; يَحْمِلُ adalah fi’il mudhari’ (kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang dan akan datang), memberikan faidah terus–menerus dan berkesinambungan. Dan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: من كل خلف artinya من كل جيل (dari setiap generasi). Sifat keseluruhan ini sesuai dengan maknanya secara sempurna. Maka, baik di zaman ini atau sebelumnya, pada setiap generasi umat ini, sejak dahulu dan sesudahnya, tidak pernah kosong dari orang yang menegakkan hujjah untuk Allah, orang yang menolong agama Allah ‘azza wa jalla dengan bayyinah (keterangan), meninggikan tauhid dengan burhan (bukti). Maka tegaklah prinsip ini di atas pondasinya, tegak di atas hujjahnya, dan dikuatkan oleh sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ وَ لَا مَن خَذَلَهُمْ اِلَى أَنْ تَقُوْمُ السّاََعَةُ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
“Senantiasa ada segolongan dari umatku yang menegakkan kebenaran tidak membahayakan mereka orang–orang yang menyelisihinya dan tidak pula orang–orang yang menghinakannya sampai terjadi kiamat dan mereka tetap dalam keadaan demikian.”
Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: لَا يَزَالُ (senantiasa) juga memberi faidah terus–menerus. Dan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اِلَى أَنْ تَقُوْمُ السّاََعَةُ
“Sampai terjadi kiamat.” menguatkan kepada faidah tersebut.
Di sini ada catatan, bahwa kata tha’ifah kadang–kadang diucapkan dengan makna jama’ah (sekelompok orang) dan kadang–kadang diucapkan dengan makna satu orang. Maka jumlah paling sedikit untuk tegaknya kebenaran yang agung, yaitu kebenaran yang didakwahkan oleh ulama–ulama kita dan ditegakkan oleh pembesar–pembesar kita di dalam dakwahnya, adalah tidak kosongnya zaman dari satu orang ulama yang meninggikan kalimat Allah dan menegakkan kebenaran.
Wahai saudara–saudaraku, sebagaimana dikatakan, ini adalah mukadimah yang harus ada, agar persoalannya dapat tercakup. Yang demikian itu seperti jalan yang sudah diratakan untuk kita masuki dengan suatu hal sedikit demi sedikit, berupa sebutan baik dan agung untuk ulama–ulama besar kita pada zaman dahulu hingga sekarang.
Andaikata kita mau menyebutkan secara tuntas, kita pasti memerlukan majelis yang panjang, bahkan beberapa majelis, berhari–hari, berbulan–bulan, dan bertahun–tahun. Tetapi, mukadimah di atas adalah petikan yang kami harapkan bisa memberikan penerangan. Walaupun saya tidak bisa mengatakan sudah cukup dan tidak pula mengatakan sudah terpenuhi. Hal itu agar dapat menerangi pikiran, sehingga kita terpacu membahas dan memperhatikan riwayat hidup para ulama yang akan kita pilih untuk dibicarakan. Sebab kalau tidak demikian, bila kita menghendaki untuk menyebutkan secara keseluruhan, pasti hal itu akan menjadi luas tidak terbatas dan menjadi banyak tidak terhitung. Tetapi kita akan membicarakan dalam waktu yang singkat ini beberapa petikan yang berkaitan dengan ulama–ulama dakwah salafiyah semenjak dahulu hingga sekarang yang memiliki posisi dan pengaruh di dalam dakwah yang penuh berkah ini. Kita tidak ingin memulai dari kalangan sahabat, karena mereka fondasi pertama dalam dakwah tersebut. Tetapi kami ingin memulai dengan ulama yang mengalami pertentangan pada masanya, dan kebenaran tidak diketahui kecuali dengan lawannya sebagaimana yang dikatakan oleh pensyair:
الضِّدُ يُظْهِرُ حُسْنَهُ ضِدُّهُ – وَبِضِدِّهَا تَتَمَيّزُ الْأَشْيَاءُ
Sesuatu itu dinampakkan kebaikannya oleh lawannya
Dengan lawan sesuatu akan menjadi jelas

Pertama, Imam Besar Ahmad Bin Hambal -rahimahullah-
Dia hidup di masa bergelombangnya akidah yang rusak dan bergeraknya pendapat yang tidak bermanfaat. Dia menghadapi keadaan tersebut dengan kokoh, kuat, dan teguh, sehingga jatuh dalam kesusahan ujian dan fitnah. Tetapi tetap sabar dan teguh, walaupun disiksa dalam fitnah Khalqil Qur’an (fitnah aqidah yang menyatakan Al Quran adalah makhluk). Beliau dituntut agar diam dari lawannya, bukan meninggalkan kebenaran. Tetapi dia tidak peduli, maka disiksa, dipenjara, diikat, dan diusir. Tetapi dia hadapi semua itu dengan tabah, karena di jalan Allah dan ringan karena di dalam ketaatan kepada Allah. Ketika datang sebagian sahabatnya berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdillah, andaikata engkau diam saja (maka engkau tidak disiksa)!” Dia berkata: “Apabila saya diam dan kamu diam, maka siapakah yang akan mengajari orang yang bodoh dan kapan akan mengajari orang yang bodoh?”
Ini adalah salah satu alamat dan pintu dakwah ini. Kesabaran dan keteguhan ini menjadi contoh dan teladan bagi kita dari para imam kita dan mereka berhak mendapatkannya. Semoga Allah memberi rahmat kepada mereka setelah meninggal dunia, dan menjaga mereka untuk kita ketika mereka masih hidup. Allah meninggikan nama mereka, karena kesabaran, keimaman, dan amanahannya, serta mereka menegakkan kebenaran dengan larangan dan perintah-Nya.
Pengaruh Imam Ahmad juga mempengaruhi imam Abul Hasan al Asy’ari. Di zaman ini banyak orang menisbatkan diri kepadanya, bahkan sejak dahulu. Dia mengatakan di dalam kitabnya, Maqalat Islamiyyin wa Ikhtilaf Mushallin, setelah menyebut aqidah Ahlu Sunah Ashabul Hadits “Ini semuanya adalah aqidah Imam Ahmad bin Hambal, saya berjalan di atas jalannya, dan mengikuti serta menyeru aqidahnya.” Atau seperti apa yang dia katakan. Di sini kami akan mengingatkan suatu hal, yaitu banyak sekali orang-orang khusus maupun orang-orang umum yang menisbatkan dirinya kepada Abul Hasan al Asy’ari, tetapi penisbatannya tidak benar. Meskipun mereka menisbatkan kepada namanya, tetapi kenyataannya mereka tidak menisbatkan kepadanya dalam aqidah maupun manhaj.
Imam Abul Hasan, dahulu penganut paham mu’tazilah. Kemudian sebagaimana dalam kisah yang masyhur, dia berdiri di atas mimbar di hadapan banyak manusia lalu melepas bajunya dan berkata, “Aku bersaksi kepada Allah, kemudian besaksi kepada kalian bahwasanya saya melepas paham mu’tazilah dari diriku, sebagaimana saya melepas bajuku ini.” Ini juga merupakan tanda kejujuran kepada Allah, kejujuran kepada manusia, dan kejujuran kepada diri sendiri dalam menaati Allah.
Tetapi suatu hal yang sudah jelas wahai saudara-saudaraku, kembali dari sesuatu tidak cukup dalam sehari semalam. Kebersihan sesudah kotor, tidak seperti selembar kertas yang disobek dari buku atau perkataan yang ditinggalkan, pasti masih terdapat pengaruh-pengaruh kotorannya. Dalam meninggalkan paham mu’tazilah atau setelah meninggalkan paham mu’tazilah, imam Abul Hasan Al Asy’ari belum terlepas dari sisa-sisa yang masih melekat pada dirinya. Setelah itu, di dalam kitabnya al Ibanah fi Ushulid Diyanah, di dalam kitabnya Maqalat yang sudah saya isyaratkan tadi, dan di dalam kitabnya Risalah ila Ahli Tsaghar, di dalam ketiga kitab ini, nampak keadaannya secara jelas dan terang. Bahkan dia menjelaskan secara terang, tanpa ada kesamaran, bahwa dia di atas aqidah salafiyah.
Memang banyak orang dari kalangan Asy’ariyah yang menisbatkan kepada Abul Hasan. Ya, mereka itu tidak berada pada jalan mu’tazilahnya yang pertama, tetapi juga tidak pada jalan salafiyahnya yang terakhir. Mereka berada pada tingkatan kedua, bukan dari mu’tazilah dan bukan dari Sunnah. Tetapi jalan yang bercampur di dalamnya antara amal shalih dan amal buruk. Padahal tidak boleh menisbatkan kepada Abul Hasan dalam hal yang sudah ditinggalkannya. Mereka itu menyelisihi Abul Hasan dan menyelisihi aqidah salaf yang dia telah menyatakan untuk mengikuti dan tetap di atas aqidah tersebut. Inilah, wahai saudaraku, Imam Ahmad dalam cuplikan yang sangat sedikit tentang sikap dan keteguhannya, tetapi dia adalah ulama besar dakwah ini sepanjang sejarah ini di abad–abad pertama.
Kedua, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah-
Adapun di abad-abad pertengahan, sebagaimana yang sudah saya katakan, di dalam waktu yang singkat ini saya tidak bisa menyebutkan setiap ulama untuk setiap abad. Akan tetapi saya hanya akan menyebutkan orang-orang yang memiliki tanda-tanda yang menonjol. Kami menyebutkan pada abad-abad pertengahan, pada abad ke delapan, Syaikhul Islam, seorang ulama besar, seorang imam, Abul Abbas, Ahmad bin abdul Halim bin Abdus Salam, Ibnu Taimiyah An Numairi Ad Dimasyqi Al Harrani rahimahullah. Beliau telah menulis kitab-kitab, menyusun tulisan-tulisan, menempatkan kaidah-kaidah dan menjawab masalah-masalah.
Demi Allah, demi Allah dan demi Allah, hampir saya bersumpah secara khusus, bahwasanya tidak ada syubhat yang kamu hadapi di masa-masa ini setelah delapan abad dari kematian Imam ini -wahai saudaraku yang mendapatkan taufik- di dalam masalah aqidah dan agama yang termasuk masalah-masalah ahli bid’ah lalu kamu mencarinya di dalam kitab-kitabnya, kamu teliti di dalam tulisan-tulisannya dan risalah-risalahnya, atau fatwa-fatwa dan jawaban-jawabannya, maka kamu akan mendapatkan jawabannya. Jika kamu tidak mendapatkannya maka hal itu disebabkan ketidakmampuan dalam mencarinya, bukan karena Ibnu Taimiyah tidak menyebutkan jawaban. Masalah ini saya harapkan agar dipahami secara baik sehingga nampak kemampuan Imam ini, kekuatan ilmunya, keluasan akalnya, kejeniusan otaknya -semoga Allah memberi rahmat kepadanya.
Apabila kamu ingin tahu kedudukan Ibnu Taimiyah, maka ketahuilah bahwa Ibnul Qayyim adalah muridnya. Apabila kamu ingin tahu ukuran kejeniusan yang diberikan oleh Allah kepada Ibnu Taimiyah, maka ketahuilah bahwa Imam Ibnu Katsir termasuk muridnya. Daftar nama-nama muridnya akan menjadi panjang dengan menyebutkan: Al Mizzi, Ibnu Rajab, Ibnu Abdil Hadi, yang termasuk murid-muridnya atau murid-murid sahabat-sahabatnya dari kalangan Imam-imam besar yang memenuhi sejarah Islam. Saya tidak hanya mengatakan, mereka memenuhi perpustakaan Islam saja, bahkan mereka memenuhi sejarah Islam dengan kesungguhan, perjuangan, ilmu, akhlak, adab, tingkah laku mereka dan banyak lagi hal-hal lainnya.
Imam Ibnu Taimiyah juga pada masanya, dia hidup di masa bergelombangnya fitnah-fitnah dan tersebarnya ujian-ujian. Mulai fitnah Tatar sampai fitnah Syiah, juga fitnah tersebarnya mazhab Asy’ariyah yang menyimpang dan lain-lainnya. Dia turun di setiap medan bagai tentara berkuda yang besar dengan membawa pedang, pena, dan mata lembing. Dia menulis, berjihad, dan membela. Dia diperdaya, dimusuhi, dan bersabar. Hingga pada suatu saat dia mendapat kehormatan dari sebagian sulthan (penguasa). Sulthan tersebut datang kepada Ibnu Taimiyyah dengan membawa musuh-musuhnya yang memfitnah tentang dirinya, memenjara, menyakiti, mengusir dan menzhaliminya. Sulthan berkata kepadanya, “Apa yang akan kamu lakukan kepada mereka?” Dia menjawab, “Saya memberi maaf kepada mereka.” Maka mereka kagum kepadanya. Mereka berkata, “Wahai Ibnu Taimiyyah, kami menzhalimimu dan kamu mampu untuk membalasnya, tetapi kamu memberikan maaf?” Dia menjawab, “Ini adalah akhlak orang-orang beriman.”
Memang, akhlak ini sebenarnya tidak di miliki kecuali oleh orang-orang istimewa saja. Yaitu, kamu memberi maaf, padahal kamu pada posisi yang tinggi, terlebih-lebih setelah banyak dizhalimi oleh orang yang diberi maaf. Oleh karena itu, apabila kita membaca di dalam sejarah, kita tidak mendengar seorang yang namanya Bakri dan Akhna’i kecuali karena Ibnu Taimiyyah telah membantah keduanya. Di mana nama Ibnu Taimiyyah selalu naik dan melambung sebagaimana firman Allah:
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (QS. Alam Nasyrah: 4)
Imam Ibnul Qoyyim berkata tentang ayat ini, “Sesungguhnya setiap orang yang menolong sunah, meninggikan sunah, dan mendukung Ahlu Sunah, dia mendapatkan bagian dari firman Allah “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu?” (QS. Alam Nasyrah: 4) dan setiap orang yang merusak sunah dan menentang Ahlu Sunah, dia mendapatkan bagian dari firman Allah,
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 3)
Mereka (musuh-musuh sunah) itu terputus, sedangkan mereka (penolong-penolong sunah) dengan sunah mendapatkan pertolongan dan derajat ketinggian. Lihatlah anjuran dan jihad Ibnu Taimiyah terhadap bangsa Tatar dalam peperangan Syaqhab. Ada orang yang berkata, “Sesungguhnya kami pasti akan menang!” Maka Ibnu Taimiyah berkata kepadanya, “Katakanlah insya Allah!” Dia berkata: “Saya mengatakan insya Allah sebagai perwujudan bukan penundaan.” Karena dia percaya kepada pertolongan Allah, merasa tenang dengan taufik dari Allah, dan bertawakal kepada Allah. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, maka Allah mencukupinya.
Inilah Ibnu Taimiyyah. Dia telah menulis bantahan kepada Asy’ariyah dan Mutakallimin (ahli filsafat) dalam kitab-kitab yang besar. Di antaranya, kitab bantahan kepada Fakhruddin Arrazi yang telah membangun mazhabnya yang menyimpang dalam sebuah kitab yang dinamakan dengan at-Ta’sis. Ibnu Taimiyyah menulis bantahan kepadanya sebanyak 4 jilid. Kitab yang dibantah tersebut sekitar kurang lebih seratus halaman, dibantah oleh Ibnu Taimiyyah dengan sebanyak 4 jilid. Berisi tentang penjelasan kesesatan Jahmiyyah dan pembongkaran dasar-dasar bid’ah kalamiyah (filsafat). Kitab tersebut, dua jilid besar telah di cetak dan selebihnya -isya Allah- akan dicetak dalam waktu dekat.
Dia juga menulis bantahan kepada Al Amidi, Al Ghazali, dan lain-lainnya dalam sebuah kitab yang besar sekali yang diberi nama Dar’u Ta’arudil ‘Aql wan Naql. Kitab tersebut punya nama lain. Kedua nama tersebut adalah nama satu kitab dan sebagaian orang menyangka dua nama kitab itu nama untuk dua kitab. Yaitu kitab Muwafaqatu Shahihil Manqul li Shahihi Ma’qul yang di tulis untuk membantah kelompok di atas.
Dia juga menulis bantahan kepada kelompok Syi’ah yang buruk, dengan sebuah kitab yang di beri nama Minhajus Sunah Nabawiyah fi Naqdi Kalamisy Syi’atil Qadariyah. Dia menulis dalam 10 jilid sebagai bantahan kepada salah satu pembesar mereka yang bernama Al Muthahhar al Hilli atas kitabnya yang berjudul Minhajul Karamah. Dia membantahnya dalam 10 jilid. Kelompok Syiah sudah dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mereka selalu mencari kesalahan apa saja yang dilihatnya. Bahkan sampai sekarang mereka tidak bisa membantah dan menjawab hujah-hujah dan dalil-dalilnya. Oleh karena itu kamu melihat mereka diam, membisu, tidak mau berbicara. Kitab tersebut masih tetap terus dicetak, diterbitkan, bahkan diterjemah dan dipelajari. Orang-orang syiah tidak bisa bergerak di hadapan kitab tersebut. Inilah Ibnu Taimiyah, seorang Imam yang merupakan ulama terbesar bagi dakwah yang agung dan penuh berkah ini.
Dengan melihat sejarah dan riwayat hidupnya, akan didapatkan banyak hal tentang Ibnu Taimiyah. Tetapi yang terlintas secara khusus dalam diri adalah suatu hal, yaitu bahwa Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam penjara karena tipu daya dan difitnah oleh musuh-musuhnya di hadapan sulthan (penguasa). Meskipun demikian, ahli sejarah mengatakan tatkala Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam penjara dan dikeluarkan jenazahnya, maka semua penduduk Damaskus keluar, kecuali empat orang karena takut bila mereka keluar akan dibunuh oleh orang-orang, karena mereka adalah musuh-musuh Ibnu Taimiyah. Penduduk Damaskus semuanya keluar mengusung jenazahnya. Oleh karena itu perkataan yang masyhur dari Imam Besar Ahmad bin Hambal adalah, “Katakanlah kepada Ahli bid’ah: Perjanjian antara kami dan kalian adalah hari jenazah.”
Kalau kita melihat muridnya, Imam Ibnul Qoyyim yang saya katakan –dan saya berharap tidak berlebih-lebihan, “Dia adalah murid terbaik dari ulama terbaik sepanjang abad.” Karena dia memahami prinsip-prinsip dakwah Ibnu Taimiyah, mengolah kaidah-kaidahnya, kenyang dari semua sisi-sisinya, menimba dari semua sumber-sumbernya, dan melebihi syaikhnya dalam sesuatu yang tidak dicapai oleh syaikhnya, yaitu keindahan tutur katanya dalam menerangkan. Tetapi saya ingin mengoreksi kepada diri saya dengan mengatakan, bahwa kita tidak mendapatkan perkataan Ibnu Taimiyyah yang indah dalam karangannya, sebagaimana kita mendapatkan pada Ibnul Qayyim, yang sebagiannya telah di terangkan tadi, bukan berarti Ibnu Taimiyyah tidak memiliki kemampuan yang sempurna dari sekedar membuat karangan dan melebihi Ibnul Qayyim. Tetapi karena kemampuannya atau kehidupannya penuh dengan cobaan, beliau tidak memiliki waktu dan kesabaran yang cukup untuk menyusun makna-makna dan kata-kata sebagaimana yang dimiliki oleh muridnya Ibnul Qayyim. Ini adalah masalah yang sangat penting untuk dicermati.
Di antara hal-hal yang berkaitan dengan Ibnu Taimiyah, saya akan menyebutkan suatu yang penting yaitu bahwa Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memiliki perkataan yang indah, yang dia terapkan sendiri pada dirinya, dan disebarkan oleh murid-murid beliau. Sampai sekarang kita mengulang-ulanginya, karena perkataan itu diambil dari firman Allah. Perkataan itu adalah:
بِالصَّبْرِ وَ الْيَقِيْنِ تُنَالُ اْلإِمَامَةُ فِي الدِّيْنِ
“Dengan kesabaran dan keyakinan, keimaman dalam agama dicapai.”
Perkataan ini dibenarkan oleh firman Allah:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajadah: 24)
Inilah Ibnu Taimiyyah, seorang ulama yang sangat terkenal di medan dakwah untuk mentauhidkan Allah ‘azza wa jalla.

Ulama–Ulama Pembela Dakwah Salafiyah Dahulu Hingga Sekarang (2)

17 April, 2007
– Tingkat pembahasan: Dasar
Oleh: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari
Diterjemahkan oleh Azhar Rabbani dan Muslim Atsari, dari ceramah beliau di Surabaya, dengan judul A’lam Dakwah Salafiyyah
(Sumber: Majalah As Sunnah)
Ketiga, Muhammad Bin Abdul Wahhab –rahimahullah-
Beliau hidup tiga abad yang lampau. Di saat itu dunia dipenuhi oleh syirik, bid’ah dan kesesatan. Orang-orang menghadapkan wajah mereka kepada selain Allah, kepada wali-wali Allah, berdoa dan beristighatsah kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain Allah. Mereka menggantungkan hati mereka kepada pohon, batu, kain-kain, pakaian-pakaian, dan peninggalan-peninggalan (yang dikeramatkan). Mereka mencari berkah dari semua hal di atas. Maka imam ini melaksanakan apa yang Allah ilhamkan kepadanya, dan apa yang Allah telah ilhamkan kepada imam lainnya, amir yang bersamanya. Sehingga bersatulah ilmu dan jihad, pena dan tombak, keduanya saling menguatkan dan saling menolong untuk membela tauhid dan aqidah yang lurus.
Beliau berdakwah di jalan Allah ta’ala dan menuju tauhid yang murni, membuang bid’ah dan khurafat, membantah syirik dan perkara baru dalam agama, dengan kekuatan yang Allah berikan kepada beliau. Maka terjadilah berbagai bantahan, perdebatan, dan diskusi antara beliau dengan musuh-musuh dakwah al-haq di zaman beliau. Beliau mendapatkan kemenangan yang nyata, dan kalimat beliau muncul. Allah meninggikan namanya, karena beliau telah meninggikan Sunnah, dan tauhid.
Beliau juga menyusun kitab-kitab yang mengagumkan, bagus, yang setiap rumah wajib tidak kosong dari kitab-kitab tersebut. Seorang thalibul ilmi -juga orang awam- jangan sampai tidak memilikinya, seperti Kitab Tauhid Alladzi Haqqullahi ‘Alal ‘Abid (Tauhid yang merupakan hak Allah atas para hamba-Nya). Kitab ini kitab yang diberkahi, mudah bahasanya, indah penjelasannya, kuat ungkapannya, yang ada hanyalah firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau sebutkan faedah-faedah yang dapat dipetik dari ayat-ayat atau dari hadits-hadits.
Sebagian ulama menyebutkan kisah yang mengandung pelajaran berkenaan dengan kitab ini dan penulisnya. Ada seorang di antara penduduk Afrika, yang di sana tersebar pemikiran Sufi yang menyelisihi kitab Allah dan Sunnah Nabi. Dia berkata: “Ada seorang Syaikh, di antara Syaikh thariqat Shufi. Setiap selesai melakukan shalat, dia mengangkat tangannya dan mendoakan kecelakaan untuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dia mohon kepada Allah, agar Allah berbuat menimpakan keburukan kepadanya,…dst doa. Doa yang menjadikan bergidik hati orang-orang yang bertauhid. Orang tadi berkata, “Suatu kali aku mendatanginya, aku membawa kitab Tauhid, tetapi aku melepaskan sampulnya dan aku buang judulnya. Aku menemuinya, duduk bersamanya, dan mulai mengobrol. Dia berkata kepadaku, “Kitab apa ini?” Aku jawab, “Kitab yang berisi ayat dan hadits, ditulis oleh seorang ulama.” Dia berkata, “Bolehkah aku membacanya.” Maka seolah-olah dia berharap agar dia tambah meminta dan penasaran. Dia lalu memberikannya, dan berkata, “Tetapi aku ingin engkau meringkaskan kitab ini untukku, karena aku tidaklah seperti anda, seorang ‘alim yang agung. Sehingga aku mendapatkan manfaat.” Maka besoknya dia kembali, lalu Syaikh itu mengatakan, “Kitab ini sangat bagus, kitab ini menjelaskan berdasarkan ayat dan hadits, bahwa kita berada di atas kesesatan, kebodohan, dan penyimpangan. Di dalamnya hanya ada firman Allah dan sabda rasul. Siapakah yang menyusunnya?” Dia menjawab, “Inilah penyusunnya. Orang yang selalu engkau doakan kecelakaan di waktu malam dan siang.” Maka dia bertaubat kepada Allah di saat itu juga. Dahulu dia selalu mendoakan kecelakaan untuknya, tetapi dia lalu mendoakan kebaikan untuknya. Inilah imam Muhammad bin Abdul Wahhab.”
Dakwahnya yang diberkahi terus berlanjut, juga riwayat beliau yang semerbak wangi. Sampai sekarang, keturunan beliau masih meninggikan bendera Sunnah, membela manhaj yang haq, semampu mereka. Kita mohon kepada Allah ta’ala agar merahmati di antara mereka yang sudah wafat, dan menjaga dengan kebenaran di antara mereka yang masih hidup. Saudara-saudaraku, membahas secara sempurna tentang imam ini, karyanya, risalahnya, jawabannya, dan hidupnya, sangat luas. Akan tetapi ini –yang kami sampaikan ini- adalah inti yang menyinari untuk mendorong kita dengan cepat guna memahami riwayat imam-imam kita dan berita-berita pembesar kita.
Di zaman ini banyak ulama dan pembela dakwah. Alhamdulillah, karena dakwah ini membawa banyak kebaikan, keutamaan yang berlimpah, dan cahayanya menyebar ke seluruh dunia. Di Afrika, Asia, Amerika, Eropa, dan di segala tempat kita lihat muwahhidin (orang-orang yang bertauhid), kita lihat Ahlusunnah yang baik, kita lihat para da’i Salafi. Mereka tidaklah disatukan oleh hizb (kelompok), organisasi oleh thariqah, atau harakah. Tetapi mereka disatukan oleh tauhidullah. Maka tauhidullah, dan kalimat tauhid merupakan asas tauhidul kalimat (persatuan). Setiap kita menjauhi kalimat tauhid, kita menjauhi tauhidul kalimat.
Di zaman ini, mulai abad ini, terdapat ulama-ulama pembela dakwah yang diberkahi ini. Di antara mereka, yang pertama adalah, Imam, ‘Allamah Abdurrahman bin Yahya Al Mu’alimi Al Yamani. Kemudian ‘Allamah Mahmud Syakir Al-Mishri. Juga para saudara dan kawan mereka, Abdurrahman Al-Wakil, Abdurrazaq Hamzah, Muhammad Khalil Harras. Sampai perkara ini pada Syaikh Muhammad bin Ibrahim, beliau adalah salah satu keturunan imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
Sampai perkara ini pada muridnya, Imam, ‘Allamah, Al Bashir, Abu ‘Abdillah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Bersamanya juga ada saudaranya, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, imam, ‘Allamah, ustadz kami yang mulia, muhadits umat yang agung. Juga kawannya, saudaranya, temannya, yang serupa dengannya, imam, ‘Allamah, Abu Abdillah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Ahli fikih yang teliti, memiliki pandangan yang dalam, yang diiringi taufik dan tahqiq. Aku katakan, bahwa beliau memiliki keistimewaan daripada seluruh ulama di zaman ini semuanya. Dengan sesuatu yang Allah anugerahkan kepadanya, yang tidak diberikan kepada orang lain. Yaitu bahwa ceramahnya merupakan karya. Hampir semua pembicaraannya, syarahnya, pelajarannya, seolah-olah beliau memegangi penanya, buku tulisnya, dan menulis dengan susunan yang bagus, penggabungan, pembagian, dengan gaya yang istimewa, luar biasa. Alhamdulillah, mereka semua di atas satu jalan, yang cemerlang dan bersih, di dalam membela Sunnah Nabi, dan meninggikan bendera aqidah Salafiyah. Mereka berjihad dalam hal itu dengan sebenar-benarnya, membelanya di kalangan hamba Allah dan di berbagai negeri. Kemudian mereka wafat pada satu rangkaian. Mereka telah menyelesaikan kewajiban mereka. Kita bersikap kurang jika kita berhenti di belakang mereka, tidak melanjutkan dakwah mereka, tidak mencari kemenangan dengan manhaj mereka, dan tidak mengangkat bendera mereka. Kalau demikian jadilah musibah yang besar, kita mohon perlindungan kepada Allah.
Tetapi dengan semua ini, kita mendengar orang bodoh dari sana-sini mencela para ulama kita. Engkau dengar salah seorang dari mereka mengatakan, “Ibnu Baz termasuk ulama penguasa.” Wahai miskin, apa yang kau maukan terhadap beliau, seorang laki-laki yang ‘alim, zuhud, banyak beribadah! Apa yang beliau kehendaki dari dunia ini, -sedangkan beliau menganggap remeh dunia ini, merasa cukup dengan sedikit dunia- sampai beliau menjilat penguasa, dan menjadi ulama untuk membela penguasa yang mengikuti hawa-nafsu!
Engkau lihat salah seorang dari mereka mengatakan: “Ibnu Utsaimin tidak memahami waqi’ (kenyataan/situasi dan kondisi).” Wahai miskin, Ibnu Utsaimin adalah seorang ‘alim, tegar bagaikan gunung, beliau mengetahui kaidah-kaidah ilmu, seperti perkataan ulama: “Hukum (keputusan) terhadap sesuatu merupakan cabang dari persepsi (ilmu) terhadap sesuatu itu.” Apakah mungkin, beliau akan atau telah memutuskan hukuman terhadap sesuatu masalah, tanpa memahami waqi’, tanpa melihat sisi-sisinya, dan tanpa meliputi detail-detailnya. Tetapi, memang istilah “memahami waqi’” yang dikehendaki oleh orang-orang bodoh itu adalah kondisi politik zaman ini, yang sumbernya hanyalah dari orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam. Apakah karena imam ini (Syaikh Ibnu Utsaimin) dan saudara-saudaranya (para ulama lainnya) berada di atas kebenaran, yang berupa pengambilan sumber yang baik, pemikiran yang baik, pengambilan pelajaran yang baik dari berita-berita yang ada, lalu hal itu berbalik menjadi tuduhan terhadap mereka (sebagaimana di atas)? Kita mohon perlindungan kepada Allah ta’ala. Kemudian, ada orang ketiga dari golongan yang mencela ulama kita itu, mungkin dia seorang yang bodoh, mungkin tolol, mungkin berakhlak buruk. Dia menuduh Syaikh Al-Albani, bahwa beliau Murji’ah. Demi Allah, demi Allah, demi Allah, seandainya si bodoh ini hidup sepanjang waktunya, niscaya dia tidak mengetahui makna irja’ secara benar, makna yang tertolak, ataupun yang tidak tertolak. Demi Allah, sesungguhnya di zaman ini, Syaikh Al-Albani termasuk ulama yang pertama-tama membantah pemikiran, pendapat, kesesatan, dan penyimpangan Murji’ah. Bahkan beliau menyelisihi sebagian ulama yang menganggap perselisihan antara Ahlusunnah dengan para ahli fikih Murji’ah sebagai perselisihan semu, tidak sebenarnya. Syaikh Al-Albani menyatakan, perselisihan itu benar-benar ada, bukan hanya semu.
Bantahan-bantahan Syaikh Al-Albani terhadap Murji’ah tersebut telah berlalu 30 tahun yang lalu, bahkan lebih. Sedang orang yang membantah beliau, jika engkau tanya umurnya, aku hampir pasti bahwa umurnya tidak lebih 40 tahun. Maka ketika Syaikh Al-Albani membantah Murji’ah, engkau –wahai miskin- (yang membantah beliau) sedangkan bermain-main bersama anak-anak kecil di jalan-jalan. Di saat itu engkau sedang membaca alif, ba’, di Taman Kanak-kanak! Kemudian ketika tumbuh sebagian rambut di wajahmu, tiba-tiba engkau mencela dengan kebodohanmu, bersikap kurang dengan akalmu, engkau katakan bahwa Syaikh Al-Albani Murji’. Ini adalah musibah yang hebat, dan dosa besar yang gelap, kita mohon perlindungan kepada Allah ta’ala.
Tetapi ahlul haq selalu ditolong (oleh Allah), bendera mereka berkibar, kalimat mereka tinggi, baik kita suka atau tidak. Orang-orang yang menyelisihi suka atau tidak. Jika kita tidak membela mereka, niscaya Allah akan membela dengan saudara-saudara kita, murid-murid kita, anak-anak kita, atau cucu-cucu kita.
Kebaikan itu terus berlanjut. Walaupun ketiga ulama besar tersebut telah wafat, (Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-Albani, dan Syaikh Utsaimin –pent) bukan berarti dakwah mereka juga berhenti. Karena sanad masih terus shahih (benar), seolah-olah mata rantai emas, seolah-olah mutiara yang dirangkaikan dengan kebenaran dan cahaya. Hendaklah kita lihat para ahli ilmu dan sunah yang mengiringi mereka. Hendaklah kita lihat Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Hushain bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh Mereka semua ini berada di atas jalan dan kaidah yang sama. Kalimat mereka satu, manhaj mereka satu, dan aqidah mereka satu. Walaupun nampak perkara-perkara yang disangka oleh sebagian orang sebagai perselisihan di antara mereka. Padahal itu bukanlah perselisihan, dan kalimat mereka akan menjadi satu. Baik di dalam hakikat dan kenyataan, di dalam pandangan dan bentuk. Dan aku melihat hal itu dengan penuh keyakinan dan tawakal kepada Allah wahai saudara-saudaraku, sebagaimana Anda sekalian melihat.
Maka hinalah orang-orang Hizbiyyun, orang-orang zhalim, dan orang-orang bodoh. Dan teruslah dakwah ini dengan kemurniannya, kebersihannya, keindahannya, dan kesempurnaannya. Semoga kita pantas menjadi para pengikutnya, dan para pengembannya. Setelah itu kita berharap kita termasuk para pembelanya. Aku mohon taufik dan ketetapan, petunjuk dan ketepatan kepada Allah untuk diriku dan Anda semua. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas hal itu. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, sahabatnya semua. Akhir ucapan kami, Al hamdulillahi Rabbil ‘alamin.

bagi Wanita

bagi Wanita
– Definisi dan macam-macamnya – 
Oleh: Ahmad Sabiq bin Abdul Latif


Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain.  Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh.  Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat. Wallahu Al Muwaffiq.
DEFINISI MAHROM
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahrom adalah semua oran gyan haram untuk dinikahi selama-lamanya karena seba nasab, persusuan dan pernikahan.” (Al-Mughni 6/555)
Berkata Imama Ibnu Atsir rahimahullah, ” Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain”. ( An-Nihayah 1/373)
Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan, ” Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau pun anak tirinya”.  (Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtashu bil mu’minat hal; 67)
MACAM-MACAM MAHROM